Permata Bahagia


marhaban2u.com

Sunday, January 16, 2011

Amru bin Jamuh

Seorang yang Ingin Menginjakkan Kakinya di Surga

Amru bin Jamuh pada saat Jahiliyyah adalah salah seorang pembesar di kota Yatsrib (Madinah al-Munawwaroh), dan dia juga merupakan salah seorang pembesar dari Bani Salamah, beliau juga merupakan salah seorang yang suka memberi dan mempunyai akhlaq yang baik. Merupakan tanda dari kemuliaan dari jaman jahiliyyah, bahwasanya setiap pembesar mempunyai patung (berhala) yang khusus untuk dirinya, berhala itu ditempatkan di rumah mereka, untuk bertabarruk kepadanya, atau menyembelih dan melakukan ritual-ritual yang lainnya. Dan berhala (patung) Amru bin Jamuh dinamakan Manath. Amru bin Jamuh pada saat beliau masuk Islam telah berusia lanjut, yaitu 60 tahun.

Pada saat itu cahaya keimanan telah menerangi tiap rumah di kota Yatsrib (Madinah), utusan Rasulullah untuk kota Madinah adalah seorang sahabat yang mulia Mus'ab bin Umair. Ditangan Mus'ab inilah atas hidayah dari Allah ketiga anak laki-laki dari Amru bin Jamuh ini masuk Islam. Tidak ketinggalan Ibu mereka yang bernama Hindun juga masuk ke dalam Islam. Sedang ayah mereka yaitu Amru bin Jamuh sendiri tidak tahu sedikitpun kalau ketiga anaknya dan isterinya telah masuk Islam.

Hindun ini menyaksikan bahwa sebagian besar penduduk kota Yatsrib (Madinah) telah masuk Islam, dan para pemuka kaumpun tidak ketinggalan untuk masuk Islam, tetapi hanya suaminya yaitu Amru bin Jamuh dan segelintir penduduk Yatsrib yang belum masuk Islam. Sedangkan Hindun ini sangat mencintai dan menghormati suaminya, dan dia tidak mengharapkan suaminya mati dalam keadaan kafir karena bisa masuk neraka. Pada saat yang sama Amru bin Jamuh sendiri khawatir kalau ketiga anak sampai murtad dari agama nenek moyangnya yaitu penyembah berhala, kemudian mengikuti ajakan sang dai Mus'ab bin Umair untuk masuk kedalam agama Islam. Kekhawatirannya yang memuncak membuat ia (Amru) menasehati Isterinya agar menjauhkan anak-anaknya dari Mus'ab, agar tidak terpengaruh.

Pada suatu hari Hindun berkata kepada suaminyaAmru bin Jamuh : Apakah kau tidak mau mendengar sesuatu dari anakmu tentang apa yang dengar dari Mus'ab ? Celaka engkau apakah Muadz telah masuk kedalam agama baru itu dan aku tidak mengetahuinya? Hindun menjawab : "Tidak, tetapi ia hadir beberapa kali majlis dai ini dan ia telah menghafal beberapa kalimat darinya. Panggil ia kemari kata Amru, kemudian Muadz datang. Perdengarkan kepadaku apa yang engkau dapat dari Mus'ab!. Kemudian Muadz membaca :Al-Fatihah, Sungguh indah kata-kata ini, apakah semua perkataannya seperti ini ? Berkata Muadz : ada yang lebih baik dari ini, apakah kamu ingin mengikutinya ? sedangkan kaummu telah membai'atnya. Terdiam Amru sejenak... kemudian ia berkata : "Aku tidak akan melakukan apa-apa sampai aku bermusyawarah dengan Manath (berhalaku)". Mendengar itu berkata pemuda itu : "Apa yang bisa diucapkan oleh berhala itu (Manath), ia hanyalah sebuah patung yang bisu yang tidak mempunyai otak lagi tidak bisa bicara". Dengan marah Amru berkata : "Kamu tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpa dia (Manath)".
Kemudian Amru pun mengadukan masalahnya kepada manath sang berhala, ia berkata : "Wahai manath, tidak diragukan lagi, bahwa engkau telah mengetahui bahwa utusan yang dikirim kesini tidak menginginkan kejelekan kecuali kepada engkau dan ia datang melarang kami untuk beribadah kepada engkau... Aku tidak mau mengikutinya sampai aku bermusyawarah denganmu walaupun perkataan yang diucapkannya sangat bagus, maka berilah aku penjelasan". Tetapi Manath tetap bungkam seribu bahas, "Kelihatannya engkau masih marah kepadaku ... padahal aku tidak berbuat apapun tuk menyakitimu.... Tetapi tak apalah aku akan meninggalkanmu untuk beberapa hari sampai kemarahanmu reda".

Ketiga anak Amru bin Jamuh sangat mengetahui tentang keterikatan antara ayahnya dengan berhalanya Manath, dan keadaan Amru sekarang ini mulai guncang dan ragu terhadap Manath, dan inilah awal dari masuknya keimanan kedalam hati Amru bin Jamuh. Maka pada suatu malam pergilah ketiga anak Amru bin Jamuh bersama dengan Muadz ke tempat Manath (berhala), lalu mereka membawa berhala tersebut ke tempat pembuangan sampah dan kotoran bani Salamah, ketika sampai mereka lalu melemparkan sang berhala ke dalam lubang pembuangan tersebut, setelah itu mereka kembali kerumah tanpa diketahui oleh siapapun. Ketika pagi menjelang, terlihatlah Amru bin Jamuh dengan santai melangkah ke tempat sang berhala, alangkah kagetnya ia, ketika mengetahui bahwa berhala tersebut tidak ada ditempatnya, ia berteriak celaka kalian siapa yang berbuat jahat kepada tuhanku??? Tetapi tidak ada yang seorangpun yang menjawab. Dengan penuh kemarahan ia mencari berhala sesembahannya itu di dalam maupun diluar rumah, dan ia mendapatinya dalam posisi terjungkal dengan kepala di bawah di lubang tempat pembuangan sampah dan kotoran milik bani Salamah. Sambil membersihkan berhalanya dan meletakkannya kembali ketempatnya ia berkata : "Demi Allah kalau aku tahu siapa yang berbuat ini, aku akan memberinya pelajaran."

Pada malam kedua, ketiga anak Amru bin Jamuh kembali membuang Manath sang berhala ke tempat kotoran, pagi harinya bapak mereka Amru bin Jamuh kembali mengambilnya, membersihkannya, memberinya wewangian, dan meletakkannya kembali ke tempatnya. Setiap hari hal itu dilakukan berulang-ulang sampai suatu saat, Amru bin Jamuh merasa bosan, kemudian pada suatu malam ia meletakkan pedangnya di leher Manath sambil berkata : "Wahai Manath, demi Allah aku tidak tahu siapa yang berbuat jahat kepadamu selama ini, kalau kamu mempunyai kebaikan, maka lindungilah dirimu sendiri, dan aku memberimu pedangku... kemudian kembalilah Amru ke tempat tidurnya. Ketika Amru terlelap, kembali anak-anaknya membuang Manath sang berhala, tapi kali ini, mereka mengambil pedang ayahnya dan mengikatkan bangkai anjing pada berhala tersebut kemudian dibuang ke lubang kotoran seperti biasanya. Pada pagi harinya ketika bangun Amru mendapati Manath berhala itu telah berada dilubang kotoran terikat dengan bangkai anjing.
Tetapi kali ini Amru tidak mengeluarkan berhala itu dari lubang tersebut, bahkan ia membiarkannya, sambil berkata : Demi Allah kalau seandainya engkau benar tuhan engkau tidak akan terikat dengan bangkai anjing di lubang kotoran.

Sejak saat itu, mulailah Amru bin Jamuh merasakan manisnya keimanan, cahaya iman telah menerangi hatinya, hidupnya dipenuhi dengan ibadah kepada Allah, tidak ada yang membuatnya menyesal kecuali waktu yang telah ia habiskan di dalam kesyirikan. Mulailah ia menerima agama Islam ini dengan sepenuh hati danjiwanya, ia serahkan semua, jiwanya, hartanya, dan anak-anaknya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah.

Ketika tiba waktu berjihad, Rasulullah menyeru para sahabatnya untuk pergi berperang ke gunung Uhud. Mendengar paggilan jihad itu, Amru bin Jamuh menyambutnya dengan penuh semangat, segera mereka bersiap-siap menemui Rasulullah , mereka pergi bergegas seakan-akan seperti singa memburu buruannya, tidak ada yang mendorongnya kecuali semangat ingin meraih mati syahid di jalan Allah atau kemenangan dengan ridho Allah. Amru bin Jamuh telah bertekad ingin berperang di bawah bendera Rasulullah , akan tetapi ketiga anaknya melarangnya, karena kondisi Amru yang tidak memungkinkan untuk pergi berperang, selain usianya yang sudah tua, kakinya cacat, bengkok yang sangat, sehingga sulit berjalan. Kemudian anaknya berkata "Wahai ayahanda, Allah telah memberi udzur (keringanan) kepadamu, maka ambillah keringan itu, jangan engkau memaksakan dirimu! Maka marahlah Amru mendengar perkataan anaknya, kemudian ia melapor kepada Rasulullah , : "Wahai Nabi Allah, anak-anakku telah melarang pergi berjihad dikarenakan keadaanku yang cacat, Demi Allah aku ingin menginjakkan kakiku yang cacat ini di surga. Rasulullah bersabda "Biarkan ayahmu pergi berjihad, semoga Allah mengabulkan permohonannya. Amru bin Jamuh segera menghadap kiblat dan berdoa : "Ya, Allah karunialah aku mati syahid dijalan-Mu".

Pada saat peperangan berkecamuk, Amru bin Jamuh melaju ke garis depan dengan anaknya yang bernama Khollad, mereka berdua bertempur layaknya singa yang lagi terluka, dengan gagah berani menghadang musuh yang jumlahnya jauh lebih banyak, tidak lama setelah itu Amru bin Jamuh dan anaknya gugur di medan laga. Setelah perang usai, Rasulullah mengumpul para syuhada' dan menguburkan mereka. Beliau bersabda "Kuburkan mereka bersama darah dan luka-luka mereka, saya yang akan menjadi saksi atas mereka nanti di hari kiamat."

"Siapa saja dari kalangan orang-orang Muslim terluka di jalan Allah subhanu wata'ala, maka nanti dihari kiamat dia akan datang dengan lukanya tersebut yang masih mengalirkan darah, warna darahnya seperti za'faron dan baunya seperti minyak misik." Kemudian beliau melanjutkan sabdanya
"Semayamkan Amru bin Jamuh satu liang dengan sahabatnya Abdullah bin Amru karena dulu mereka adalah dua sahabat karib selama di dunia."

Semoga Allah subhanahu wata'ala melimpahkan rahmatnya kepada Amru bin Jamuh dan seluruh para syuhada'Uhud, dan semoga Allah menerangi kuburan-kuburan mereka dengan cahaya yang terang.

No comments: